Minggu, 13 November 2011

UTS Mata Kuliah Metodologi Penelitian Sejarah

SOAL
1.    Apa beda antara kritik ekstern dengan kritik intern? Terangkan cara-cara untuk membuktikan keduanya!
2.    Gambarkan secara singkat mengajarkan teknik-teknik sejarah yang disampaikan oleh Louis Gatshalk  (Bab VIII) kemudian komentari langkah-langkah menurut anda!
3.    Bagaimanakah cara yang paling baik bagi sejarawan untuk memberi sumbangan kepada usaha mengerti masyarakat dan hubungannya dengan generalisasi sosiologi! (hal 184). Berilah contoh-contoh pada kasus-kasus Indonesia!
4.    Coba terangkan intisari metode sejarah setelah itu buatlah proposal penelitian sejarah!

Jawaban:
1.    Dalam pelaksanaannya kritik ekstern lebih menekankan terhadap originalitas bahan yang dipakai membuat dokumen, sedangkan kritik intern lebih mempertimbangkan kebenaran isi atau sumber.
A. Kritik ekstern yaitu kritik yang digunakan untuk menjawab pertanyaan pokok yang berkaitan dengan sumber sejarah atau dokumen yang telah berhasil dikumpulkan, yang pertama menanyakan tentang relevansi sumber dengan kebutuhan sejarawan (merupakan sumber yang otentik, asli, turunan, atau mungkin sumber palsu), yang kedua menanyakan tentang asal usul dari sumber kemudian mengkaji kesalahan-kesalahan atau cacat-cacatnya kemudian membetulkannya, dan yang ketiga adalah menanyakan apakah sumber tersebut utuh atau hanya sebagian atau bahkan sumber yang telah diubah.
B. Kritik Intern, kritik intern dilakukan setelah kritik ekstern. Fokus dari kritik intern terutama berusaha membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber memang dapat dipercaya, Intinya terletak pada pernyataan-pernyataan atau keterangan yang terdapat dalam sumber yang bersangkutan, kritik intern juga berkaitan dengan faktor-faktor kemampuan, penguasaan ilmu bantu, keyakinan atau kepercayaan, status dan prasangka si pengarang. Cara melakukan kritik intern adalah sebagai berikut:
1.    Mempelajari jenis dan tipe aksara yang akan dipakai menulis sumber sejarah
2.    Bila sumber itu ditulis dnegan aksara dan bahasa yang telah tidak terpakai lagi sebagai bahasa perantara, maka kerja sejarawan bertambah lagi
3.    Mempelajari berbagai aspek kebahasaan yang digunakan dalam sumber sejarah
4.    Dengan pertolongan ilmu bantu mempelajari berbagai hal atau aspek yang berkaitan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama pada saat sumber itu ditulis. Hal ini diperlukan untuk memahami situation (situasi), zeit (kondisi kejiwaan), dan kultur (keadaan budaya) gebundenbeit pada saat dibuatnya sumber
5.    Mempelajari keterkaitannya dengan sumber-sumber yang lain
6.    Melakukan penelitian intrinsik terhadap isi sumber untuk menentukan sifat informasi atau data sejarah yang diberikan
7.    Mengusut hubungan intrinsik antar berbagai fakta yang diperoleh dengan cara menjejerkan dan membandingkan (collegation)

2.        1.  Mendorong rasa ingin tahu mahasiswa
Untuk mendorong atau membangkitkan rasa ingin tahu mahsiswa, mahasiswa harus sering diberikan pertanyaan-pertanyaan  mengenai peristiwa sejarah agar mereka dapat berpikir untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.
2.    Membantu seorang mahasiswa dalam memilih subjek
Membantu mahasiswa menentukan bahasan atau subjek, hal ini untuk menentukan subjek atau bahasan haruslah sesuai yang nanti akan dikaitkan dengan relevansi bahan yang koheren yang kemudian dikontrol oleh pembatasan yang luas dari sebuah tugas akhir.
3.    Alat bantu bibliografi dan nasehat ahli
Untuk memperkaya referensi bagi  mahasiswa, mahasiswa harus tahu mengenai jenis-jenis bibliografi, pembimbing menunjukkan referensi yang digunakan untuk penelitian dan memberi nasehat dan memberi informasi kepada mahasiswa.  
4.     Majalah Sejarah yang hipotesis
       Dengan pembimbing mendemonstrasikan bagaimana kerja seorang editor majalah hipotesis dan mengajak mahasiswa belajar maka akan membantu dalam menerangkan kesulitan-kesulitan penyusunan dan pemakaian index untuk memperoleh data dan informasi yang bisa digunakan dalam sebuah penelitian.
5.  Beberapa alat bantu bagi komposisi
        Setiap orang yang bermaksud mengarang suatu pekerjaan yang serius, disamping sebuah kamus yang baik, sebaiknya memiliki thesaurus, sebuah kamus-kutipan, sebuah ensiklopedia satu jilid, dan sebuah manual mengenai persoalan tata bahasa dan langgam yang masih dapat diperdebatkan.
6.   Kata yang tepat dan ungkapan yang akurat
Kata yang tepat dan ungkapan yang akurat merupakan hal yang penting, dengan hal itu kebenaran akan menjadi gamblang tanpa penjelasan-penjelasan yang bertele-tele.
7.   Identifikasi-identifikasi yang layak
Sebaiknya dalam penulisan tidak memasukkan nama –diri seperti nama orang , nama tempat, pengelompokan resmi atau peristiwa kedalam karangannya, tanpa suatu identifikasi. Dimana hal-hal seperti itu akan terasa menggurui dan pedantis.
        8.   Mengedit sebuah dokumen
     Suatu hal yang harus dihindari oleh sejarawan muda adalah pengutipan yang terlalu panjang dan terlalu sering. Sejarawan muda harus menempatkan dokumen itu pada latar belakang sejarah yang semestinya dan mampu menerangkan mengapa dokumen itu dianggap penting, otentik ataupun tidak otentik.
9.    Menghindarkan Langgam yang dibuat-buat
     Seorang pemula cenderung untuk menganggap bahwa alat-alat retoris yang dibuat-buat dapat menambah kebagusan langgamnya. Perumpamaan yang rumit menambahkan pula bahaya klise kiasan yang bercampur.
10.           Ungkapan-ungkapan yang memperlihatkan proses-proses mental
     Apa yang diinginkan pembaca dan apa yang diperolehnya adalah kesimpulan yang aman, pernyataan yang terjamin, dugaan yang masuk akal, ia berharap proses-proses mental pada diri pengarang tidak muncul. Jika perlu dapat diberikan referensi-referensi didalam catatan untuk memperlihatkan mengapa pernyataan tersebut diungkapkan secara singkat dan dibenarkan.

Komentar saya: Menurut saya dengan melakukan menerapkan tata cara yang disampaikan oleh Louis Gatsthalk mengenai mengajarkan teknik-teknik sejarah sangat berguna dalam penulisan suatu penelitian, dengan menerapkan teknik di atas, seorang mahasiswa dapat lebih mudah melakukan suatu penelitian.

3.                     Cara yang paling baik bagi sejarawan untuk memberi sumbangan kepada usaha mengerti masyarakat, adalah dengan jalan menemukan kontradiksi-kontradiksi dan perkecualian-perkeculian dalam generalisasi-generalisasi ilmu sosial. Seorang generalisator mudah beranggapan bahwa perkecualian-perkecualian malahan membuktikan kebenaran dalilnya. Di samping itu, seorang ilmuwan sosial tidak dapat menunggu jika toh ada jalan yang lebih singkat menuju kepada suatu koreksi yang diperlukan. Tetapi jika generalisasinya salah kita hanya akan dapat menemukan kesalahannya dengan mencari kontradiksi dan perkecualian, dan hanya dapat mengoreksi generalisasi yang salah itu dengan modifikasi yang cukup memberikan tempat bagi adanya kontradiksi dan perkecualian semacam itu.
Dengan demikian sejarahwan menjadi dua kali berguna bagi disiplin-disiplin yang berusaha mengerti masyarakat. Ia tidak hanya merupakan pencari data bagi ilmuwan sosial; ia juga melakukan pengecekan terhadap validitas daripada penelitian atau konsep ilmu sosial bagi masa lampau. Di lain pihak, sejarahwan harus ingat bahwa kita tidak dapat melemparkan tantangan yang layak jika kita tidak mengapresiasikan pengertian.
Contoh kasus di Indonesia:
Berubahnya struktur sosial, sistem dan struktur kepemimpinan, yaitu kapitalisme oleh pemerintah penjajahan Belanda pada tahun 1870 yaitu politik pintu terbuka. Pergolakan ini pecah disebabkan terjadinya erosi diberbagai aspek kehidupan sosial yaitu dengan munculnya golongan baru dalam masyarakat Eropa pada zaman renaisans merupakan aspek-aspek sosiologis dalam sejarah, khususnya sejarah Eropa. Perbedaannya, bila sosiologi membatasi kajiannya terhadap apa yang terjadi pada masa kini, maka sejarah menjadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam konteks kehidupan masyarakat secara diakoronis (dari masa silam-masa kini) sebagai obyek kajiannya

4.    Metode sejarah adalah sebagai suatu proses, proses pengujian dan analisis sumber atau laporan dari masa lampau secara kritis.

     Proposal penelitian sejarah:

PERKEMBANGAN BUDAYA INDIS DI JAWA MASA HINDIA BELANDA
ANTARA TAHUN 1800AN SAMPAI 1942

A.  Latar Belakang
Kebudayaan pada perkembangannya di era globalisasi ini seolah dikalahkan oleh adanya kemajuan tekhnologi yang dapat menghadirkan berbagai macam corak kesenian dan setidaknya hal itulah yang dirasakan masyarakat di masa sekarang ini. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut didukung pula oleh arus globalisasi ,yang seharusnya di imbangi dengan berkembangnya kebudayaan kesenian asli sehingga dapat berjalan seiring dan ikut pula mewarnai masuknya kebudayaan – kebudayaan asing yang bertumbuh cukup subur di negeri kita, sejalan dengan perkembangan di bidang kebudayaan.
Walaupun teknologi di era globalisasi ini merupakan faktor dominan dalam kultur kehidupan manusia masa kini dan juga merupakan ketergantungan yang hebat , namun sebaliknya kita harus dapat mewarnai era globalisasi ini dengan di kembangkannya kebudayaan negeri sendiri.
          Kebudayaan dan gaya hidup Indis merupakan suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti hasil kreativitas kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasaan Hindia Belanda, baik dalam menghadapi tantangan hidup tradisional Jawa maupun gaya Belanda di negeri Belanda. Sebutan  Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie. Orang Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka semula berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selama tiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek kehidupan. Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.
Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya. istilah Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische Vereneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.
Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.


B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas adalah:
1.    Apa saja bentuk dari budaya Indis yang berkembang di Hindia Belanda?
2.    Bagaimana pengaruh budaya Indis  terhadap kehidupan pribumi khususnyya di Jawa?

C.  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah:
1.    Untuk menjelaskan bentuk-bentuk dari budaya Indis yang berkembang di Hindia Belanda
2.    Untuk menjelaskan pengaruh budaya Indis terhadap kehidupan pribumi khususnya di Jawa.

D.  Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan Judul, masalah yang dibahas akan dibatasi antara kurun waktu tahun 1800an-1942, pembahasan akan di mulai ketika awal masuknya kebudayaan Indis sampai berakhirnya masa kolonial Belanda pada tahun 1943.

E.   Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa sumber berupa buku-buku yang diantaranya mengenai hal yang diteliti, antara lain:
1.    Poeponegoro, Marwati Djoened. 1990. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka. Buku ini berisi tentang sejarah Indonesia pada masa kebangkitan nasional sampai masa akhir Hindia Belanda.
2.     Soekiman, Djoko. 2001. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukung Di Jawa. Yogyakarta: Yayasan Benteng Yogyakarta. Buku tersebut mengulas kebudayaan Indonesia yang berkembang di jawa abad XVIII - pertengahan abad XX, terutama kebudayaan indis yang mempengaruhi kehidupan rakyat pribumi
3.    Ricklefs, M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.   Buku tersebut membahas mengenai sejarah Indonesia mulai dari tahun 1200 sampai tahun 2008.
    

F.    Metodologi Penelitian
          Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Sejarah yang meliputi empat tahap. Yaitu heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Tahap pertama adalah Heuristik yaitu mengumpulkan data-data dari berbagai sumber. Setelah semua data terkumpul, dilakukanlah kritik sumber. Kritik sumber dilakukan dengan melakukan kritik ekstern untuk menentukan relevan atau tidaknya sumber untuk dijadikan bahan penulisan penelitian. Langkah selanjutnya setelah melakukan kritik terhadap data-data adalah melakukan interpretasi yaitu memberikan makna terhadap fakta sejarah yang telah ditemukan. Langkah yang keempat atau langkah terakhir adalah Historiogtafi, yaitu melakukan penulisan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

G.  Sistematika Penulisan
Perkembangan budaya indis di Jawa pada masa Hindia Belanda antara tahun 1800an sampai tahun 1942, akan dibahas dalam empat bab yaitu sebagai berikut :
      BAB I Pendahuluan, Berisi latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitian, dan metodologi penelitian.
BAB II Berisi gambaran umum mengenai budaya Indis,
BAB III Berisi mengenai Bentuk-bentuk budaya indis (seperti arsitektur, bahasa, cara berpakaian, perilaku) di Jawa dan pengaruh-pengaruh budaya indis terhadap kehidupan pribumi di Jawa.
BAB IV Penutup





Sabtu, 22 Oktober 2011

Metodologi & Penelitian Sejarah: MEMPELAJARI DAN MENGAJAR TEKNIK-TEKNIK SEJARAH

MEMPELAJARI DAN MENGAJAR TEKNIK-TEKNIK SEJARAH
Materi dari kelompok BAB VII
Mata Kuliah Metode & Penelitian Sejarah
# KONSEPSI YANG LAZIM MENGENAI SEJARAH
Bagi orang awam, penelitian sejarah digambarkan sebagai pemilihan bahan-bahan dari berbagai buku maupun artikel kemudian disusun kembali menjadi buku. Sistem pendidikan saat ini patutnya membiasakan untuk menganggap buku-buku pegangan sebagai bacaan luar sebagai sejarah.
# Hal yang dilakukan dalam mempelajari dan mengajar teknik-teknik sejarah 
1. Mendorong rasa ingin tahu mahasiswa
Untuk mendorong atau membangkitkan rasa ingin tahu mahsiswa, mahasiswa harus sering diberikan pertanyaan-pertanyaan  mengenai peristiwa sejarah agar mereka dapat berpikir untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.
2. Membantu seorang mahasiswa dalam memilih subjek
Membantu mahasiswa menentukan bahasan atau subjek, hal ini untuk menentukan subjek atau bahasan haruslah sesuai yang nanti akan dikaitkan dengan relevansi bahan yang koheren yang kemudian dikontrol oleh pembatasan yang luas dari sebuah tugas akhir.
3.  Alat bantu bibliografi dan nasehat ahli
Untuk memperkaya referensi bagi  mahasiswa, mahasiswa harus tahu mengenai jenis-jenis bibliografi, pembimbing menunjukkan referensi yang digunakan untuk penelitian dan memberi nasehat dan memberi informasi kepada mahasiswa.  
4. Majalah Sejarah yang hipotesis
            Dengan pembimbing mendemonstrasikan bagaimana kerja seorang editor majalah hipotesis dan mengajak mahasiswa belajar maka akan membantu dalam menerangkan kesulitan-kesulitan penyusunan dan pemakaian index untuk memperoleh data dan informasi yang bisa digunakan dalam sebuah penelitian.
5.  Beberapa alat bantu bagi komposisi
            Setiap orang yang bermaksud mengarang suatu pekerjaan yang serius, disamping sebuah kamus yang baik, sebaiknya memiliki thesaurus, sebuah kamus-kutipan, sebuah ensiklopedia satu jilid, dan sebuah manual mengenai persoalan tata bahasa dan langgam yang masih dapat diperdebatkan.
6. Kata yang tepat dan ungkapan yang akurat
Kata yang tepat dan ungkapan yang akurat merupakan hal yang penting, dengan hal itu kebenaran akan menjadi gamblang tanpa penjelasan-penjelasan yang bertele-tele
7. Identifikasi-identifikasi yang layak
Sebaiknya dalam penulisan tidak memasukkan nama –diri seperti nama orang , nama tempat, pengelompokan resmi atau peristiwa kedalam karangannya, tanpa suatu identifikasi. Dimana hal-hal seperti itu akan terasa menggurui dan pedantis.

# Hal yang diperlukan untuk sesuatu komposisi 
Sebelum melakukan penulisan seorang sejarawan haruslah mempunyai rancangan sehingga mempunyai gambaran apa yang menjadi bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Seringkali terjadi di draft pertama, sadar bahwa seluruh komposisi telah digambarkan  secara keliru. Hal itu akan tampak jelas apabila kesimpulan tidak diperoleh secara langsung dan jelas dari bahan-bahan yang telah disajikan. Akibatnya calon pengarang pada tahap itu harus meninjau kembali judul karangannya, apakah sudah cocok dengan apa yang telah ditulisnya, dan apakah perlu menggantinya dengan judul yang baru, sehingga nantinya tidak akan ada tuduhan bahwa judulnya menjanjikan sesuatu yang tidak dapat dipenuhinya.
Kemungkinan yang lain adalah pengarang tidak sepenuhnya menyadari kesalahan yang telah ia buat, hingga pada saat ia telah menyelesaikan draftnya yang pertama. Dalam hal ini, sebaiknya ia mulai dari awal lagi dengan selalu mengingat-ingat bagian-bagian dari hipotesisnya, mencoba membuktikan di setiap bagian step by step dalam suatu draft baru.